Disusun Oleh :
Itmamun ‘Ibad
(29 001 119)
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan media bahasa dalam penyampaiannya. Karya sastra tersebut harus dipahami dan dinikmati berdasarkan konvensi sastra, sebab karya sastra merupakan dunia rekaan yang tercipta melalui proses penghayatan, pemikiran dan penilaian. Karya sastra lahir sebagai hasil perpaduan antara fenomena dunia nyara dan imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Pendapat tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama) dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.
Karya satra merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Karya satra itu bersifat dinamis berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat karena karya sastra itu hasil ciptaan seseorang yang merupakan bagian dari masyarakat. Di dalam masyarakat seorang individu menjalani berbagai macam kejadian yang ia alami. Dari kejadian yang ia alami yang ada pada dunia nyata itulah sebagai bahan dasar ide dalam penulisan karya sastra.
Karya sastra merupakan hasil proses kreatif seorang sastrawan. Pada proses kreatif tersebut, tidak semata-mata hanya membutuhkan sebuah keterampilan, akan tetapi aspek pengalaman hidup, intelektual, wawasan keilmuan terutama kesusastraan, juga kejujuran sangat dibutuhkan dalam pembuatan karya sastra. Oleh karena itu, semakin banyak aspek pendukung maka karya yang dihasilkan pun akan semakin bernilai.
Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang memiliki banyak makna dan makna teori apa untuk membedah makna tersebut. Puisi merupakan ungkapan perasaan penulis yang diterjemahkan dalam susunan kata-kata yang membuat bait-bait berirama dan memiliki makna yang dalam.
Setiap orang memiliki cara yang seringkali berbeda dalam mengungkapkan pandangannya atau permikirannya terhadap realitas yang ada di sekitar dan yang kita temui. Karya sastra sering digunakan untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati biasanya menggunakan puisi atau syiir-syiir yang juga sering dinikmati oleh masyarakat baik oleh pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat pada umumnya.
B. Pembahasan
1. Pendekatan Semiotika Riffaterre
Istilah semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika sedangkan di Eropa lebih banyak menggunakan sitilah semiologi. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993: 1). A. Teew (1984: 6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat mana pun.
Pada mulanya, istilah semiotik (semieon) digunakan oleh orang Yunani untuk merujuk pada sains yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Dari akar kata inilah terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastra yang bersifat saintifik yang meneliti sistem perlambangan yang berhubung dengan tanggapan dalam karya. Bukan saja merangkumi sistem bahasa, tetapi juga merangkumi lukisan, ukiran, fotografi atau lainnya yang bersifat visual. Perhatian semiotik adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta menerangkan maksud dari tanda-tanda tersebut dan mencari hubungannya dengan ciri-ciri tanda itu untuk mendapatkan makna signifikasinya.
Bahasa sebagai sistem tanda seringkali mengandung ‘sesuatu’ yang misterius. Sesuatu yang terlihat terkadang tidak sesuai dengan realita yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pengguna bahasalah – manusia – yang mempunyai otoritas untuk melihat dan mencari seperti apa ‘sesuatu’ yang tidak tampak pada bahasa.
Teori semiotik adalah teori kritikan pascamodern, ia memahami karya sastra melalui tanda-tanda atau perlambangan yang ditemui di dalam teks. Teori ini berpendapat bahwa dalam sebuah teks terdapat banyak tanda dan pembaca atau penganalisis harus memahami apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda tersebut.
Sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia, (Ratna, 2012:97). Pendekatan semiotik merupakan salah satu ilmu atau pendekatan dalam analisis karya satra yang memandang dan menganggap karya sastra sebagai struktur tanda yang memiliki makna. Karya sastra yang melingkupi puisi, cerpen, novel.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre,1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Membaca untuk arti biasa
b. Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa.
c. Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks.
d. Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.
2. Analisis Semiotik Riffaterre puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” Chairil Anwar
CINTAKU JAUH DI PULAU
Karya Chairil Anwar
Cintaku Jauh Di Pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
Analisis semiotik Riffaterre puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar sebagai berikut:
a. Puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar merupakan ekspresi tidak langsung dengan penyampaiannya menggunakan tanda-tanda. Tanda dalam puisi ini adalah makhluk hidup dan benda-benda
b. Pembacaan semiotik
Pembacaan heuristik terhadap puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar dapat dilakukan secara berikut:
Cintaku ( telah) jauh di pulau,
gadis manis (itu), sekarang iseng sendiri (-an).
Perahu (yang) melancar, bulan (yang) memancar.
Di leher (telah) kukalungkan ole-oleh buat si pacar.
Angin (telah) membantu, laut (menjadi) terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya (ke tempat gadis manis).
Di air yang tenang, di angin (yang) mendayu,
di perasaan penghabisan segala (sesuatu) melaju.
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun (-tahun) ku tempuh!
Perahu yang bersama (berlayar) ‘kan (menjadi) merapuh!
Mengapa Ajal (telah) memanggil dulu.
Sebelum sempat (aku) berpeluk dengan cintaku?!
Manisku (yang) jauh di pulau,
kalau ‘ku (nanti) mati, dia (akan) mati iseng sendiri.
c. Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan hermeneutik terhadap puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar, terutama dilakukan terhadap bahasa kiasan, secara khusus metafora. Pembacaannya (tafsirannya) dapat dilakukan sebagai berikut:
Bait kesatu
Cintaku ( telah) jauh di pulau,
gadis manis (itu), sekarang iseng sendiri (-an).
Seorang kekasih yang berada di suatu tempat yang jauh (Cintaku Jauh Di Pulau). Seoarang gadis manis yang menghabiskan waktunya sendirian tanpa kehadiran sang kekasih (gadis manis iseng sendiri).
Bait kedua
Perahu (yang) melancar, bulan (yang) memancar.
Di leher (telah) kukalungkan ole-oleh buat si pacar.
Angin (telah) membantu, laut (menjadi) terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya (ke tempat gadis manis).
Sang kekasih yang menempuh perjalanan jauh dengan perahu ingin menjumpai kekasihnya (gadis manis). Ketika cuaca pada saat itu bagus dan malam bulan yang bersinar. Namun sang kekasih gundah karena terasa tak sampai pada kekasihnya (gadis manis).
Bait ketiga
Di air yang tenang, di angin (yang) mendayu,
di perasaan penghabisan segala (sesuatu) melaju.
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Perasaan kekasih yang bersedih tak kunjung bertemu sang kekasih (gadis manis). Walaupun air tenang, angin mendayu, ajal telah memanggil (ajal betahta sambil berkata: “Tunjukkan perahu kepangkuanku saja”)
Bait keempat
Amboi! Jalan sudah bertahun (-tahun) ku tempuh!
Perahu yang bersama (berlayar) ‘kan (menjadi) merapuh!
Mengapa Ajal (telah) memanggil dulu.
Sebelum sempat (aku) berpeluk dengan cintaku?!
Sang kekasih putus asa (amboi). Bertahun-tahun berlayar, parahu yang membawanya akan rusak (perahu bersama kan merapuh). Kematian yang menghadang mangakhiri hidupnya tanpa bertemu sang kekasih (gadis manis).
Bait kelima
Manisku (yang) jauh di pulau,
kalau ‘ku (nanti) mati, dia (akan) mati iseng sendiri.
Kekhawatiran sang kekasih jika dia meninggal, kekasih (gadis manis) akan mati dalam penantian yang sia-sia (dia mati iseng sendiri).
d. Matrik
Matrik merupakan sesuatu yang mendekati tema
Bab 1 kasih tak sampai
Bab 2 Pesimis, Penyesalan
Bab 3 Penyesalan
Bab 4 kasih tak sampai
Bab 5 kasih tak sampai
e. Model
Model merupakan sesuatu sebagai alat. Model dalam puisi “ Cintaku Jauh Di Pulau” sebagai berikut
1) Gadis
Dalam puisi “Hanyut Aku” Gadis sebagai penggambaran pujaan hati
2) Pacar
Dalam puisi “Hanyut Aku” Pacar sebagai penggambaran kekasih
3) Perahu
Dalam puisi “Hanyut Aku” Perahu sebagai penggambaran sarana kendaraan
4) Angin
Dalam puisi “Hanyut Aku” Angin sebagai penggambaran perasaan bahagia
5) Air
Dalam puisi “Hanyut Aku” Air sebagai penggambaran kesedihan
f. Varian
Setiap satu kalimat adalah varian
Bait 1
Cintaku Jauh Di Pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Bait 2
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan oleh-oleh buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Bait 3
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Bait 4
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Bait 5
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
g. Hipogram
Hipogram merupakan teks yang melatarbelakangi penciptaan teks berikutnya. Chairil Anwar adalah seorang menyukai dalam bidang sastra dan memperbarui kesusasteraan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga dalam keluarga yang cukup berantakan. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.
C. Kesimpulan
Strukturalisme semiotik ini jelas memperlakukan manusia semata-mata sebagai wadah, sebagai tempat persinggahan. Ada beberapa cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya satrra secara semiotik, yaitu dengan cara pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Riffaterre,1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Membaca untuk arti biasa.
b. Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa.
c. Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks.
d. Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.
Berdasarkan hasil analisis puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar dengan menggunakan pendekatan Riffaterre. Maka makna dari puisi tersebut adalah Secara keseluruhan makna yang terkandung dalam puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” adalah sekelumit gambaran hidup sang penyair.
Tema puisi ini adalah kasih tak sampai. Hal ini terlihat jelas pada kata-kata di setiap baitnya yang bernada pesimis dan penyesalan. Penyair menulis tentang kesedihan karena ajal terlalu cepat menjemput, sebelum si Aku berhasil mendapatkan cintanya.Seseorang yang berada jauh dari dirinya. Penyesalan tersebut ditunjukan penyesalan seseorang atas segala tindakan karena telah menyia-nyiakan wanita yang sangat dicintai, dan ketika ia sadar akan cinta dan kasih sayangnya yang sejati, ajal terlebih dahulu menjemputnya.
Daftar Pustaka
Anwar, Chairil. 2006. Aku ini Binatang Jalang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko. Kajian Semiotika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Ratna, Nyoman Kutha. 2012.Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudiatmi, Titik. 2010. Penelitian pendidikan bahasa dan sastra indonesia. Yogyakarta. Amara Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar