Negeri
yang terpenjara
Suara
maling teriak maling
berhias
diri Tontonan untuk anak bangsa
Menu
bagi pemilik negeri
Kue
dalam adonan petinggi siap untuk dibagi
Maling
teriak maling menjadi judul cerita
Gunjingan Olok-olok
Bahasan Diskusi yang dibayar
tunai
Berita utama
Catatan kaki
Rubrik opini
Seragam judul
Maling
teriak maling lagi itu kisahnya
Satu
tuding yang lain
Sumpah
serapah paling jitu
Mencibir
Terbelalak
Meludah
Puihhhhh
Ini dia mainan gundu petinggi
negeri
Sodok sana
Gulingkan sini
Melirik yang itu merangkul
yang ini
Puah sisiehhh
A.
Pemaknaan sajak “Negeri yang Terpenjara”
1.
Pembacaan heuristik
Judul
dari sajak “Negeri yang Terpenjara” secara heuristik atau pembacaan dengan
konvensi bahasa atau konvensi tingkat pertama adalah sebagai berikut. Judul
sajak “Negeri yang Terpenjara” merupakan adanya sebuah negeri yang terdapat
dalam penjara. Dapat dikatakan bahwa disebuah negeri yang memiliki penjara yang
mengelilinginya.
Pada
bait pertama pembacaan sajak “Negeri yang terpenjara” secara heuristik adalah
ada sebuah suara eyang keluar dari mulut seorang maling yang setelah itu ia
berhias diri agar tidak diketahui orang lain bahwa dirinya adalah maling (suara
maling teriak maling berhias diri). Para anak bangsa menonton atau menyaksikan
akan tindakan si maling tersebut (tontonan untuk anak bangsa). Kemudian adanya
menu atau suatu resep yang dimiliki oleh pemilik negeri atau raja atau
presiden. Dalam menunya tersebut terdapat kue yang belum menjadi kue secara
utuh, yaitu ia masih berbentuk adonan yang tinggi atau banyak. Adonan tesebut
siap untuk dibagi-bagikan kepada orang lain oleh si pemilik negeri atau maling
(kue dalam adonan tinggi siap untuk dibagi). Entah kenapa keadaan tersebut
menciptakan sebuah cerita dengan judul maling yang teriak maling.
Pada
bait kedua sajak “Negeri yang Terpenjara” secara heuristik adalah terdapat
gunjingan, olok-olok, dan pembahasan (bahasan) yang dilakukan di dalam sebuah
diskusi. Diskusi tersebut ternyata menggunakan dana dalam pelaksanaannya
(diskusi yang dibayar).
Pada
bait ketiga sajak “Negeri yang Terpenjara” secara heuristik adalah bahwa adanya
berita utama, catatan kaki, yang memiliki judul yang seragam atau diseragamkan
atau disamakan. Keadaan tersebut mengisahkan cerita tentang maling yang teriak
maling lagi (maling teriak maling lagi itu kisahnya).
Pada
bait keempat sajak “Negeri yang Terpenjara” secara heuristik adalah adanya satu
tudingan yang mnuding yang lain (satu tuding yang lain). terjadilah sumpah
serapah dalam tuding-menuding tersebut sebagai cara yang paling jitu (sumpah
serapah paling jitu). Keadaan itu penuh dengan orang yang mencibir, adapula
yang terbelalak, ada pula yang meludah hingga terdengar puihhh dari mulutnya.
Pada
bait kelima sajak “Negeri yang Terpenjara” secara heuristik adalah adanya
seseorang yang atau dia yang sedang bermain gundu milik petinggi negeri (ini
dia mainan gundu petinggi negeri). Dalam permainan gundu tersebut ada adegan
sodok sana, gulingkan sini, melirik yang itu dan merangkul yang ini. Kemudian
terdengar adegan meludah dengan mengeluarkan bunyi puahsisiehh dalam bermain
gundu tersebut.
2.
Pembacaan hermeneutik
Judul
sajak “Negeri yang terpenjara” secara hermeneutik atau pembacaan dengan
konvensi sastra dapat dimaknai yaitu sebagai negeri yang terkurung oleh korupsi
yang merajalela atau adanya sebuah negeri yang tidak dapat terbebas dari
permasalahan korupsi (Negeri yang terpenjara).
Pada
bait pertama sajak secara hermeneutik memiliki makna yaitu, ada pemimpin atau
koruptor yang berpura-pura baik dalam mengemban jabatannya agar tidak ada yang
mengetahui dirinya korupsi. Koruptor tersebut disebut sebagai maling negara
yang menuduh orang lain sebagai maling agar dirinya tidak terkena sasaran
pemeriksaan. Ia begitu pandai dalam menyembunyikan identitasnya sebagai maling
atau koruptor (suara maling teriak maling berhias diri). Keadaan tersebut
menjadi permasalahan yang tidak kunjung selesai. Seolah menjadi tontonan yang
tidak ada akhirnya. Seolah tidak ada yang bersalah atau disalahkan untuk
dijatuhi hukuman. Bangsa atau rakyat tidak dapat memutuskan apa-apa terhadap
urusan yang tidak kunjung berakhir tersebut (tontonan untuk anak bangsa).
Keadaan tersebut atau tindakan melakukan korupsi merupakan menu bagi pemimpin
atau pemilik negeri. Hal ini seolah halal untuk dilakukan tanpa perasaan bersalah
sedikitpun (menu bagi pemilik negeri). Korupsi yang dilakukan oleh para
pemimpin negeri tersebut dibagi-bagikan berapa bagian-bagiannya dalam menguasai
harta rakyat tersebut. Tidak ada rasa bersalah sedikitpun dari pemimpin negeri
tersebut, bahkan harta haram tersebut bagaikan kue dalam adonan yang siap untuk
dibagikan merata kepada pemimpin-pemimpin atau menteri-menteri lainnya (kue
dalam adonan tinggi siap untuk dibagi). Sungguh tidak ada maling teriak maling
dalam keadaan tersebut. Tidak ada pengakuan atas kesalahannya mencuri uang
negara atau rakyat. Permasalahan korupsi tidak akan ada akhirnya dan tidak akan
menjadi sebuah cerita atau kasus yang tuntas diselesaikan hukum (maling teriak
maling menjadi judul cerita).
Pada
bait kedua sajak secara hermenutik dapat dimaknai yaitu apabila akan adanya
gunjingan, olok-olok, pembahasan (bahasan) atau diskusi untuk menyelesaikan
permasalahan korupsi. Maka koruptor itu telah mempersiapkan diri dengan uang
untuk suap dan mungkin jabatan yang lebih tinggi untuk orang-orang yang mau
menyembunyikan tindakan korupnya. Ia akan sesegera mungkin membayar diskusi
tersebut agar tuduhan yang tertuju padanya tidak jadi terungkap (diskusi yang
dibayar).
Pada
bait ketiga sajak secara hermeneutik dapat dimaknai yaitu permasalahan korupsi
yang sempat didiskusikan tersebut pada keesokannya akan menjadi berita hangat
untuk dibicarakan rakyat diseluruh negeri. Cerita itu akan menjadi berita utama
di surat kabar atau televisi, menjadi catatan kaki di sebuah buku, menjadi
rubrik opini di surat kabar. Berita yang tengah hangat diperbincangkan itu
begitu hebatnya karena memiliki judul yang sama, opini yang sama, atau kisah
cerita yang sama dari surat kabar satu ke surat kabar lain, dari catatan kaki yang
satu ke catatan kaki yang lain, dari rubrik opini yang satu ke rubrik opini
yang lain. Semua isi berita adalah permintaan si pemilik suap yang minta untuk
merekayasa kebenaran hingga semua tulisan pada berita itu adalah hasil
komandonya (seragam judul). Tentu hal itu terjadi dari keberhasilan suap yang
dilakukan atau diskusi yang dibayar. Maka, koruptor yang dapat dikenai hukuman
dengan mengakui kesalahannya adalah impian atau sindiran (maling teriak maling
itu kisahnya).
Pada
bait keempat sajak secara hermenutik dapat dimaknai yaitu adanya
tuduhan-tuduhan yang dilakukan kepada rekan kerjanya si koruptor agar mereka
saling lempar kesalahan dan tanggung jawab. Hal ini dilakukan sebagai cara
menyembunyikan identitasnya sebagai koruptor (satu yuding yang lain). sumpah
serapah dilakukan pula sebagai cara yang dianggap pas untuk menolak atau
memungkiri tuduhan telah berkorupsi (sumpah serapah paling jitu). Keadaan yang
kacau tersebut penuh dengan orang-orang yang saling mencibir. Ada pula yang
terbelalak dengan keadaan saling tuding tersebut jika tudingannya tertuju
padanya. Para pemimpin negeri itu akan saling melindungi diri atau identitas
kesalahannya dengan berpura-pura marah atau tersinggung. Mereka pun akan
meludah dengan penuh kebencian karena takut kesalahannya terungkap. Kebencian
tersebut jelas nyata terlihat dengan adanya ekspresi meludah ; puihhh dalam
sajak ini.
Pada
bait kelima sajak dapat dimaknai secara hermenutik yaitu keadaan saling lempar
tanggung jawab dan kesalahan yang dilakukan pemimpin negeri bagaikan mainan
gundu petinggi negeri. Hal ini terlihat dengan adanya tuduhan atau saling
tuding pada si ini dan si itu. pemimpin tertinggi pun siap dengan
strategi-strategi baru, barangkali salah satu dari mereka yang jujur akan
mendapatkan fitnah atau tudingan sebagai koruptor atau barangsiapa yang berani
membongkar identitas si koruptor maka akan mendapatkan hukumna. Hukuman
tersebut berupa diberhentikan atau dipecat dari jabatannya (sodok sana,
gulingkan sini). Kemudian si koruptor akan kembali mencari kawan untuk
diajaknya bekerjasama baik dalam berkorupsi dengan membagi hasil atau dengan
memberikan suap agar tidak membongkar identitasnya sebagai koruptor (melirik
yang itu merangkul yang ini). Kebencian si koruptor terhadap orang-orang jujur tersebut
atau kebencian orang jujur terhadap koruptor tersebut terlihat jelas dengan
meludah yang jelas diwujudkan dalam sajak ini dengan ekspresi
“puahsisieh”.
a)
Matriks
Matriks
dalam sajak ini adalah ‘korupsi menguasai segalanya atau korupsi menguasai negeri’.
b)
Model
Matriks
diatas ditranformasikan menjadi model yaitu “Negeri yang terpenjara”. Dalam hal
ini, makna dari terpenjara tersebut adalah terkurung oleh suatu masalah yaitu
korupsi. Dengan kata lain, negeri tidak dapat terbebas dari korupsi.
c)
Varian
Model
diatas merupakan kiasan metafora inplisit. Matriks dalam sajak ini sebagai
hipogram intern yang ditransformasikan menjadi varian-varian pada setiap bait
dalam sajak. Varian pertama pada bait pertama, mengungkapkan adanya koruptor
yang disimbolkannya dengan “maling”. Koruptor tersebut dengan bebas atau
merdeka dalam melakukan aksi korupsinya. Ia membagi-bagikan nhasil korupsinya
atau bersekongkol, sehingga banyak orang yang akan membantunya dalam
menyembunyikan identitasnya sebagai koruptor. Kata “maling” menunjukkan nada
kecurangahn atau kelicikan dalam melakukan berbagai cara untuk mendapatkan yang
diinginkannya. Penggunaan metafora ”maling” merupakan tanda yang
mengekspresikan kecurangan atau kelicikan yang diungkapkan pengarang sebagai sarana
untuk mengungkapkan hubungan yang tidak seimbang sehingga menimbulkan kekacauan
di negeri tersebut, sehingga menjadikan negeri tidak dapat membebaskan diri
dari korupsi yang menguasainya.
Varian
pada bait kedua adalah menggambarkan kelicikan atau kecurangan dengan melakukan
suap agar korupsi yang dilakukan si koruptor tidak terungkap. Hal ini terlihat
dalam baris yang mengatakan “diskusi yang dibayar”. Keadaan ini adalah suatu
gambaran hubungan tidak sehat dalam kebebasan berpendapat untuk mengungkapkan
kebenaran. “diskusi yang dibayar” merupakan metafora yang menunjukkan hubungan
yang tidak seimbang sehingga menimbulkan tidak berjalannya suatu kebenaran atau
sesuatu yang seharusnya terjadi. Penggunaan metafora tersebut sebagai sarana
untuk menyuarakan ketidakbebasan karena korupsi.
Varian
pada bait ketiga adalah gambaran perasaan yang tidak bebas karena kelicikan
koruptor dalam mengatur segala sesuatu agar sesuai kehendaknya. Pengggunaan
metafora “Seragam judul” merupakan refleksi keterbungkaman suatu nilai-nilai
kebenaran dan betapa koruptor merupakan sosok yang luar biasa, yaitu mampu
melakukan apapun sekehendak hatinya, dan semua tunduk padanya.
Varian
pada bait keempat adalah gambaran tentang kekuatan atau kehebatan seorang
koruptor dalam memutar balikkan fakta. Dalam hal ini, penggunaan metafora
“tuding yang lain” menunjukkan kekuatan seseorang yang lebih superior dari
sosial lainnya.
Varian
pada bait kelima adalah gambaran tentang kekuatan dari suatu kekuasaan karena
uang meski didapatnya dari korupsi. Dalam hal ini koruptor memiliki kekuasaan
dalam menentukan jabatan orang lain. ia mampu menggulingkan atau menjatuhkan
lawan atau orang yang bertentangan dengannya. Penggunaan metafora “mainan
gundu” menunjukkan betapa yang berkuasa mampu mendeskriminasi yang dibawahnya
atau yang dianggapnya lebih rendah. Dalam hal ini menjatuhkan seseorang baginya
seperti sebuah permainan yang mudah dilakukannya.
d)
Hipogram
Sajak
“Negeri yang Terpenjara” memiliki hipogram yaitu sebuah negeri yang tidak
bebas, tidak merdeka dari suatu permasalahan. Negeri tersebut terkurung dalam
suatu permasalahan yang tidak kunjung selesai. Permasalahan yang dimaksud
adalah korupsi.strike>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar